Pergerakan Ketua Langitan
HPN 2025 Banjarmasin, Kalsel ini kedua kali saya terlibat sebagai panitia pelaksana. Posisinya sebagai tim humas. Awal mula di HPN 2024 di Ancol, Jakarta. Di HPN 2025 Banjarmasin ini, sebagai HPN 2025 dengan penuh kompleksitas. Banyak hikmah di dalam pelaksanaan itu terutama tentang sosok pemimpin.

Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun, Ketua Pelaksana HPN 2025 Raja Parlindungan Pane dan Ketua PWI Kalsel, sebagai tuan rumah Zainal Helmie dan Koordinator Daerah Toto Fachrudin ini jadi tokoh dalam perhelatan tahunan itu. Mereka ini merupakan motor dalam kesuksesan HPN 2025 Banjarmasin.
Lantaran pergerakan mereka dengan dukungan Gubernur Kalimantan Selatan H Muhidin ini membuat HPN 2025 menjadi bahan pembicaraan publik yang tak henti-hentinnya. Bendahara Umum HPN 2025 M Nasir dalam tulisannya menyebut mereka tokoh kunci suksesnya HPN. Dua nama terakhir, yakni Helmie dan Toto disebut sebagai ensiklopedi HPN 2025 Banjarmasin.
Bagi saya, memang pantas predikat itu disandingkan kepada beliau-beliau yang memiliki integritas dan kemampuan luar biasa dalam mengendalikan even besar dengan tekanan dari mana-mana.
Saya kagum dengan strategi komunikasi yang dibangun para ketua kelas Langitan ini, jika saya meminjam istilah Dahlan Iskan. Komunikasi yang dibangun Hendry Ch Bangun dan Raja Parlindungan Pane sangat cair dan berkelas. Keren, menurut saya.
Hampir setiap hari saya tektokan melalui WhatsApp dengan dua Ketua Langitan itu. Intensitas komunikasinya lebih sering ketiban dengan istri saya, yang hanya sehari sekali. Maklum, ini lantaran tanggung jawab produksi rilis berita yang selalu melewati persetujuan keduanya.
Responsnya tak lama, dan jauh dari emosi. Meskipun sesungguhnya situasi saat itu sangat ruwet dan berpotensi naik darah. Tapi tidak bagi keduanya.
Hendry Ch Bangun dan Raja Pane memang bukan kaleng-kaleng. Keduanya sanggup mempresentasikan di depan pihak terkait secara gamblang dan menenangkan. Fokus keduanya pada memastikan agenda HPN itu oke semua berikut strateginya.
Itu yang di panggung depan. Beda lagi dengan pergerakan belakang panggung yang tak kalah dahsyat. Misalnya, beberapa instruksi Raja Pane kepada saya, untuk mewawancara ini itu sebagai bahan humas memproduksi berita. Strategi itu sama sekali tak terpikirkan dalam benak saya sebelumnya.
Ibarat pemain sepak bola, pergerakan tanpa bola keduanya luar biasa paten dalam memunculkan peluang untuk mencetak gol. Dan yang membuat salut, mereka fokus pada laga tanpa menghiraukan apa yang terjadi di luar arena.
Misalnya instruksi yang menurut saya basic alias dasar baget, menyambut kedatangan perwakilan beberapa pengurus PWI Provinsi Aceh, Papua, Riau dan Sumut di Bandara Syamsudin Noor. Dan juga mengawal kedatangan wartawan Malaysia sebagai instruksi awal begitu mendarat di Bumi Lambung Mangkurat itu.