HumasTangsel – Ketua DPD RI ke-5, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyerukan agar pemerintah lebih aktif melibatkan pengusaha dalam penyusunan regulasi.
Saat reses pada Kamis, 7 November 2024, LaNyalla menerima keluhan dari para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur. Mereka menyoroti kurangnya komunikasi pemerintah dengan pelaku usaha terkait regulasi yang berdampak besar pada sektor bisnis.
LaNyalla menekankan pentingnya melibatkan pengusaha dan pihak terkait lainnya agar peraturan yang dibuat tidak hanya memenuhi tujuan kesehatan dan kepentingan masyarakat, tetapi juga mendukung keberlanjutan usaha dan target pertumbuhan ekonomi.
“Kementerian dan lembaga perlu mengajak pengusaha untuk duduk bersama dalam perumusan regulasi. Sebuah aturan tidak hanya butuh kajian dari sisi kesehatan atau lingkungan, tetapi juga perlu melihat dampaknya pada keberlangsungan usaha, terutama usaha kecil dan menengah,” tegas Anggota DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Sebagai contoh, LaNyalla menyoroti Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28/2024 tentang Kesehatan. RPMK tersebut mengandung poin seperti penyeragaman kemasan rokok tanpa merek dan zonasi larangan penjualan rokok di sekitar lembaga pendidikan.
Aturan ini berpotensi memberikan dampak signifikan pada industri hasil tembakau (IHT), khususnya di Jawa Timur yang merupakan penghasil tembakau terbesar di Indonesia, dengan kontribusi lebih dari 51% terhadap total produksi nasional. LaNyalla berharap pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek kesehatan, tetapi juga kesejahteraan ekonomi masyarakat yang terlibat dalam industri ini.
Baca Juga:
Cipondoh Berduka Jadi Trending Topik di X, Truk Ugal Ugalan dari Bekasi
Warteg Agung Bahari: Menikmati Hidangan Sederhana dengan Rasa Tak Terlupakan
Menggandeng Pengusaha untuk Pertumbuhan Ekonomi
Menurut LaNyalla, pemerintah seharusnya berkomunikasi langsung dengan pelaku industri tembakau untuk menjaga keseimbangan antara kesehatan publik dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Target pertumbuhan ekonomi akan sulit tercapai jika pelaku usaha justru mengalami hambatan dari regulasi yang kurang mendukung. Perlu dicari solusi tengah agar masyarakat tetap sehat, namun industri juga dapat terus berkembang,” lanjut LaNyalla.
Seruan ini diharapkan mampu membuka ruang dialog yang lebih terbuka antara pemerintah dan dunia usaha, khususnya dalam pembuatan kebijakan yang berdampak pada banyak aspek kehidupan. Bagi LaNyalla, sinergi antara regulasi dan keberlangsungan usaha adalah kunci dalam membangun ekonomi yang tangguh dan inklusif.